Senangnya bergabung dengan Komunitas Ketimbang Ngemis Purwokerto


12 November 2018
Hari senin merupakan sebuah awal yang baik untuk memulai sesuatu yang bermanfaat. Kalo dulu jaman sekolah bisa dibilang hari senin merupakan momok bagi aku. Selalu uring-uringan buat memasang tali sepatu dan menginjakkan kaki disekolah dan bertemu peraturan-peraturan yang membosankan. Tapi itu dulu, beberapa tahun silam sebelum aku merasakan pahit getirnya dunia perkuliahan. Setelah perkuliahan berakhir, aku merasakan semua hari adalah hari yang sama. Dari hari senin hingga bertemu lagi dengan hari senin. Bahkan terkadang aku sampai lupa hari dan tanggal. Lulus kuliah merupakan sebuah impian bagi semua mahasiswa akhir, tak terkecuali aku. Tuntutan lulus diperiode pertama dapat dikatakan sebuah tantangan sendiri bagiku. Apalagi melihat kondisi keuangan orang tua ku yang saat itu akan pensiun. Alhamdulillah berkat kemurahan hati yang Allah beri, akhirnya aku lulus tepat waktu dan memiliki gelar S.I.Kom. Sarjana Ilmu Komunikasi, ya… sebuah embel-embel di belakang namaku. Katanya sih anak komunikasi itu komunikatif, super humble dan bisa bekerja dimana saja. Nyatanya, keseharianku yang saat ini menjadi seorang job seeker membawaku harus pergi keluar kota terus terusan untuk mengikuti tes dan lain sebagainya. Hingga pada suatu saat, dadaku merasakan sesak yang sangat terasa. Untuk menarik nafas bisa dikatakan membutuhkan tenaga yang ekstra. Disaat itulah aku merasa, betapa nikmatnya udara yang Allah SWT berikan untuk aku selama ini secara Cuma-Cuma. Saat itu aku berfikir, umur manusia tidak ada yang pernah tahu. Sebuah misteri yang nggak ada seorang pun yang tahu sampai kapan umur kita akan berakhir. Rata-rata umur manusia sekitar 60-80 tahunan, lantas? Apa yang seharusnya manusia perbuat di umur sebanyak itu?. Yakin banget umur kita bakal selama itu? Yakin kalo kita bisa menikmati kehidupan melihat anak cucu kita beranak pinak? Apakabar kalo umur yang ada hanya sampai besok atau bahkan satu detik kemudian? Aku rasa, menyadari hal ini sangat perlu. Nyatanya, selama hampir aku berumur 23 tahun ini, aku merasa belum mendapatkan apa-apa didunia ini, belum punya pasangan, menikah, memiliki keturunan, penghasilan. Dulu aku berfikir, suatu saat aku akan menjadi seorang sukses biar bisa bantu orang yang kurang beruntung. Nyatanya, sampai saat ini saja aku belum bekerja. Iya sih baru 2 bulan semenjak aku wisuda. Tapi 2 bulan itu menurutku terlalu lama. Hfttt… lantas kapan aku bisa berpenghasilan dan dapetin pahala dengan menyantuni orang ga mampu?.
Untungnya aku mendapatkan sebuah wadah dalam kegiatan sosial di instagram. Namanya “Ketimbang Ngemis Purwokerto” atau yang biasa di singkat KNP. Komunitas ini memiliki visi dan misi untuk membantu para manula yang masih berusaha untuk mencari nafkah sendiri tanpa mengemis. Kebetulan sekali aku sangat tertarik untuk dapat bergabung dengan komunitas semacam ini. Setelah aku bergabung, ternyata banyak manfaat yang aku dapatkan. Disini, aku bisa mengembangkan diri aku dengan bersosialisasi dengan orang yang kurang mampu secara finansial, dan berdiskusi dengan komunitas sejenis yang memiliki visi yang sama. Seperti kemarin dan hari ini misalnya, kemarin aku dan teman-teman KNP mengunjungi / survey ke kediaman Bapak Sutiarso (61) di Kejobong, Purbalingga. Beliau merupakan seorang duda beranak dua. Salah satu anaknya sudah almarhum dan yang satunya sudah berumah tangga. Kini bapak Sutiarso tinggal seorang diri di sebuah gubuk kecil yang terbuat dari potongan bambu yang dilapisi aluminium foil. Saat ini beliau bekerja serabutan, terkadang menjadi buruh tani/ kebun lading milik tetangganya. Untuk menambah penghasilan ia memelihara 3 ekor kambing milik tetangganya dengan sistem bagi hasil. Kambing tersebut ia pelihara tepat di depan rumahnya yang berukurang 3 x 4 m tersebut. Akses jalan menuju kediaman Bapak Sutiarso harus melewati gang sempit yang kanan kirinya dipenuhi oleh pohon bambu. Gigitan nyamuk ganas sempat menyerang aku dan tim KNP. Terbayang jika dalam kondisi hujan dan malam hari. Penerangan yang seadanya, serta kondisi rumah bapak Sutiarso dapat dikatakan sangat tidak layak huni.
Kini, komunitas Lelang brownis sodaqoh atau yang disebuh LBS beserta komunitas lain sedang menggalang dana untuk dapat membantu Bapak Sutiarso dalam membangun rumah yang laik huni. Semoga dengan adanya bantuan dari berbagai komunitas yang turut serta menggalang donasi dapat mewujudkan impian Bapak Sutiarso dalam mendapatkan rumah yang selayaknya. Aamiin.
Setelah survei


Hari ini, aku dan ayun (sahabatku) mewakili komunitas KNP dalam menghadiri undangan dari LBS di sebuah panti Lansia di daerah banyumas. Jujur, ini merupakan kali pertama bagiku dan ayun dalam menyinggahi Panti Lansia. Pertama datang kami disambut oleh Bu Umi selaku anggota dari LBS dan Pegawai Dinas Sosial lainnya. Masuk keruangan aku berbaur dengan komunitas lainnya. Dari sinilah aku kenal dengan anggota dari Urup Project yang bernama Laela. Dia merupakan mahasiswi baru dari IAIN Purwokerto. Urup Project sendiri merupakan sebuah komunitas yang tidak jauh berbeda dengan KNP. Setelah berbicang seru, akhirnya kami mengabadikan moment bersama. 
Komunitas LBS dan Urup Project

Kami pun berpamitan, namun sebelum aku dan Ayun pulang, kami ingin bercakap-cakap terlebih dahulu dengan penghuni dari Panti Lansia disini. Aroma pesing khas Mbah-mbah pun langsung menyambut kami dari pintu asrama. Disini, terdapat beberapa asrama, yang masing-masing terbagi menjadi asrama wanita dan lelaki. Satu asrama bisa dihuni hingga 10 orang. 


Tibalah kami diasrama pojok dari pintu masuk,  Kami pun berjumpa dengan Mbah Rachel yang lincah dan bak artis. Beliau merupakan seorang Nenek yang berasal dari Papua. 
Mbah Rachel (depan)

Rata-rata yang tinggal disini merupakan seorang yang dulunya berada dijalanan dan tidak terurus yang kemudian di bantu oleh Dinas sosial setempat. Ada salah seorang Mbah yang aku lupa namanya, ia bercerita bahwa beliau sangat bosan untuk tinggal di rumah lansia tersebut. Pantas saja, ketika aku dan Ayun mendatangi kamar mereka, mereka terlihat antusias menyambut kami dan menyuruh kami untuk menginap barang 2 minggu atau 1 minggu. Aku mengambil kesimpulan, kemungkinan rata-rata dari mereka merasa bosan sebab kurangnya interaksi dengan teman-teman atau kasih sayang dari keluarga. Dari sinilah, aku merasa iba dengan kondisi mereka, sebab dulu ketika Eyang ku masih ada, Alhamdulillah Orang tua ku mau untuk merawat mereka hingga detik terakhir napas Eyang. Betapa masih beruntungnya kita jika dibandingkan dengan orang-orang yang merasa hidupnya kurang layak. Pelajaran berharga bagi aku dihari ini. Semoga dilain hari aka nada sesuatu yang bermakna lagi. Sekian……

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta itu Buta

Airport Diary 1

Pinky Outfit