Labilkah? Ntah...

Senin 14 Januari 2019.
Dulu sempat bertanya dengan teman sekosan yang usianya lebih tua 2 tahun diatasku, “Mba Windi, rasanya jadi kepala 2 tuh gemana sih?” . “ya gak gemana gemana, biasa aja”. Saat itu usiaku hampir memasuki 20 tahun, Aku sendiri terheran dengan otak dan isinya, kenapa hal sesepele itu aja harus dipikirin sampai bener-bener pusing, (iya ya, gemana ya rasanya terlepas dari usia teenager). Iya, aku akui, aku itu tipe orang yang selalu memikirkan sesuatu dengan seserius itu. Bahkan bukan hanya mba windi yang dibuat pusing oleh pertanyaan ku, merasa tidak puas dengan jawaban mba windi, aku pun bertanya kepada Mba Eka(penghuni kamar kos yang paling pojok) jawabannya pun sama seperti mba windi. Entah kenapa, aku merasa ketika kita terlepas dari usia teenager, beban kita pasti akan bertambah, dan aku takut untuk merasakannya. Terlalu kecing memang, tapi itulah yang aku rasakan. Namun, ketika aku telah memasuki usia 20, nyatanya biasa saja (sama seperti yang diucapkan mba windi dan mba eka). Nyatanya hidup berjalan seperti biasa, hanya saja memang terlihat seperti dewasa, padahal nyatanya tidak.
Diusia tersebut aku telah memikirkan, gimana ya caranya menghasilkan uang. Maka, aku mengikuti berbagai lomba modelling yang mana uangnya kemudian aku putar dan alokasikan untuk modal usahaku membangun sebuah online shop. Faktanya, aku bisa survive dengan uang yang aku hasilkan sendiri, bisa membelikan barang untuk ortuku, bisa jajan dengan uang sendiri dan bisa membelikan kado untuk mbah.
Namun, rasa-rasanya, jiwaku terlalu terombang-ambing. Aku merasakannya, seperti hampa dan merasa seperti ada saja yang kurang. Pikiran-pikiran mengenai “mau jadi apa aku suatu saat?” mengingat dulu aku pernah mengecewakan orang tua ku dengan salah memilih jurusan. Jiwaku seakan terbuai dengan keasyikan menjalin hubungan pertemanan di Kampus. Tiba-tiba aku dihadapkan dalam suatu kondisi dimana aku harus sesegera mungkin menyelesaikan skripsi. Orang tuaku yang kala itu hampir pensiun dan menegaskan bahwa aku harus lulus pada semester 8 lagi-lagi menambah kepunetan otakku ini.
Terkadang, aku hanya meratapi laptop, dan file skripsi bahkan takut untuk menyentuhnya. Namun, desakan dari orang tua lagi-lagi menghantam pikiranku. Akhirnya aku pun lulus tepat 4 tahun masa perkuliahan. Aku kira skripsi merupakan sebuah momok terbesar dikehidupanku kala itu. Menghadapi sifat dosen, bolak-balik kampus tanpa hasil, pergi kelokasi penelitian yang jauh, belum lagi patah hati karena percintaan yang tidak kunjung usai. Ckckc… Hmmm.. nyatanya momok terbesar pada kala itu bukanlah momok yang apa-apanya jika dibandingkan sekarang pasca lulus. Lagi-lagi aku terjebak pada sebuah dilematik perasaan. Saat ini di usiaku yang menginjak 23 tahun, aku merasa belum bisa menjadi seseorang yang patut untuk dibanggakan oleh kedua orang tuaku. Disamping permasalahan hati, ada lagi yang lebih penting dibanding itu. Untuk apa hidupku? Untuk siapa hidupku? Bisakah aku bermanfaat untuk orang lain? Kapan yah bisa membantu sesama? Kapan yah bisa dengan mudah mengeluarkan uang untuk orang yang kurang mampu tanpa mikir nominalnya? Ckckc… selalu seperti itu, pikiranku mengambang, labilkah? Ntah. Namun ini yang saat ini aku rasakan. Mungkin saat ini aku akan mengesampingkan perasaan untuk masalah hati yang tak begitu penting untuk saat ini. Ayo Elga!!! Bangkit!!! Jangan bermain dengan umur,! Segera bermanfaat untuk orang lain!.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta itu Buta

Airport Diary 1

Pinky Outfit